Kamis, 01 Maret 2012

Perkembangan Perbankan Tahun 1990-2010

Nama  : Putri Andalasari
Kelas  : 3 AE 15
NPM  :16209995

Indonesia merupakan salah satu Negara pertama yang mengembangkan keuangan mikro secara komersial di Asia, dengan mengatur lembaga keuangan menyediakan jasa pelayanan keuangan mikro di seluruh wihayah kepulauan tersebut. Selain keberhasilan pada penyedia keuangan mikro secara komersial, Indonesia juga merupakan tempat yang diminati untuk pengembangan program-program pemerintah bersubsidi, lembaga-lembaga keuangan lokal dan berbasis komunitas, koperasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Walaupun terdapat perkembangan yang cukup signifikan oleh penyedia jasa keuangan mikro, beberapa studi menunjukkan bahwa masih terdapat permintaan yang belum terpenuhi untuk pelayanan keuangan mikro, di mana mayoritas rumah tangga di pedalaman tetap belum memiliki akses pada sumber-sumber pendanaan dari lembaga setengah formal atau formal. Penyedia keuangan mikro yang teregulasi, seperti bank komersial dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) harus mengikuti prinsip-prinsip komersial dan lebih mengarah pada level atas pasar usaha mikro, yaitu di kabupaten atau kecamatan, dengan pinjaman lebih dari Rp 3 juta (USD300). Sedangkan Lembaga Swadaya Masyarakat, koperasi dan Bank Kredit Desa (BKD) menjangkau level libih rendah hingga terbawah, namun memiliki keterbatasan untuk menjangkau daerah pelosok. BRI Unit lebih mengarah meminjamkan untuk tujuan investasi sedangkan BPR berorientasi menyediakan pinjaman modal kerja. BRI unit merupakan pemain dominan di mana mereka diperkirakan menerima sekitar dua pertiga dari pengumpulan tabungan pada sektor keuangan mikro formal dan setengah formal; serta membukukan total 40% dari pinjaman (nilai) di usaha mikro. Sedangkan BPR memiliki pangsa pasar sekitar 15-20% dari sektor keuangan mikro. Indonesia memiliki sejarah yang panjang pada keuangan mikro komersial, dimulai satu abad yang lalu dengan Badan Kredit Desa (BKD), yaitu merupakan bank milik desa menyediakan kredit mikro dengan ketentuan komersial. Diperkirakan 5000 BKD beroperasi di Indonesia saat ini. Keuangan mikro yang berkelanjutan pada sektor perbankan komersial dimulai pada tahun 1970 dengan dibukanya Bank Dagang Bali (BDB), bank swasta di Bali yang memiliki kekhususan pada keuangan mikro secara komersial, serta berhasil membangun pengetahuan para nasabah keuangan mikronya juga produk-produk tabungan yang baik. Namun sayang, BDB ditutup oleh Bank Indonesia (bank sentral) pada tahun 2004 karena alas an kepengurusan; sedangkan keberlanjutan pada model perbankan mikro BDB bukan merupakan isu. Sekumpulan lembaga-lembaga besar lainnya juga dioperasikan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI), bank komersial besar. Memiliki kekhususan pada unit keuangan mikro yang telah ada keberadaannya selama seperempat abad. Bank komersial besar dan lembaga keuangan lebih kecil teregulasi memiliki peran yang penting pada keuangan mikro Indonesia. Juga sebagai catatan, lembaga-lembaga ini dimiliki oleh satu atau lainnya pada tingkat pemerintah, baik pusat, propinsi atau lokal. Terminologi yang umum bagi lembaga keuangan kecil teregulasi di Indonesia adalah “Bank Perkreditan Rakyat”, atau disebut BPR. Institusi ini diperkenalkan oleh Bank Indonesia di tahun 1978. Setelah keuangan reformasi di tahun 1988 (yang dikenal sebagai PACTO ’88), sebagai bank lapis kedua atau disebut BPR. Spesifikasi persyaratan untuk lisensi bank-bank BPR yang telah berdiri sebelumnya (modal, ukuran deposito) telah dibuat tetapi tidak di patuhi. Sekarang ini BPR-BPR, sudah mencakup institusi keuangan berlisensi, sebagian besar dimiliki oleh swasta, yang telah memenuhi kriteria pada undang-undang perbankan tahun 1992. Pada Agustus 2008, mereka sudah berjumlah 1796 ( merupakan 15% pangsa pasar keuangan mikro ), dan terdapat hampir 9,000 lembaga keuangan pedesaan yang tidak
terlisensi oleh Bank Indonesia. Ini dapat di kategorikan sebagai BKD milik desa di Jawa dan Madura, dan Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP) dimiliki sebagian besar oleh pemerintah daerah. (atau pada beberapa kasus milik desa) Pada tahun 1984, di masa bangkitnya reformasi keuangan yang baru oleh pemerintah, Bank Rakyat Indonesia, merubah jaringan Unit Desa nya untuk beroperasi di tingkat kecamatan. Kantor-kantor Unit Desa tersebut dirubah dari agen penyambung program kredit dari pemerintah yang bersubsidi untuk penanaman padi (BIMAS) menjadi intermediasi keuangan mikro secara kormesial. Jaringan unit desa ini sekarang merupakan yang terbesar dan salah satu yang paling menguntungkan pada jaringan perbankan mikro pedesaan di dunia berkembang. Pada krisis keuangan tahun 1997-1998, sebagian besar nasabah keuangan mikro BRI tetap percaya pada pelayanan keuangan yang ditawarkan oleh BRI unit, nasabah tetap memelihara atau terus menambah tingkat tabungan mereka. Ketahanan pada sistem BRI Unit Desa pada masa krisis jauh berbeda dari kerugian besar yang dialami BRI pada pembiayaan korporasinya. Terlebih, bank mengalami kebangkrutan secara teknis, dan harus dibantu oleh program restrukturisasi dan pembiayaan ulang, seperti yang terjadi pada industri perbankan secara keseluruhan. Sebagai konsekuensi langsung dari krisis keuangan, 82 bank komersial ditutup, 13 dinasionalisasi dan lainnya di rekapitalisasi atau digabung. Beberapa bank pemerintah dikonsolidasikan menjadi lembaga keuangan yang lebih besar, yaitu Bank Mandiri. Kinerja jaringan unit BRI selama masa krisis menyelamatkan BRI dari proses penggabungan menjadi bank yang lebih besar. Dengan tutupnya bank-bank, banyak pemegang deposito kecil kehilangan simpanan tabungan mereka, sehingga mengakibatkan krisis kepercayaan pada lembaga keuangan. Pemain penting lainnya di pasar keuangan mikro formal adalah Perum Pegadaian, melayani jutaan masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan ketiga pemain utama (BRI Unit, BPR, dan Pegadaian), sektor keuangan formal menjadi kekuatan dominan pada keuangan mikro Indonesia, dan mengungguli sektor semi formal dan informal dengan selisih yang besar. Sektor keuangan semi formal memiliki peran lebih kecil pada keuangan mikro Indonesia. LSM di Indonesia tidak memainkan peran penting pada intermediasi keuangan namun sebaliknya fokus pada pengerahan sosial, sering kali berpartisipasi pada program pengurangan kemiskinan dari pemerintah. Pada tahun-tahun terakhir ini, sebagian kecil LSM bergerak menuju keuangan mikro secara komersial, dengan mendirikan BPR-BPR. Satu di antaranya memiliki bank komersial di Jawa Tengah dan lainnya mengambil kesempatan dari liberalisasi politk pasca Soeharto untuk mengoperasikan koperasi. Selama masa pemerintahan Soeharto, sistem koperasi sangat dipolitisir dan digunakan sebagai kendaraan untuk menyalurkan kredit murah ke kelompok-kelompok tujuan tertentu. Sektor koperasi tetap menderita dari interfensi politik dan juga regulasi yang lemah. Sebagai tambahan, di kedua masa, baik era Suharto dan pasca Suharto, program programpemerintah menyediakan pembiayaan kredit bersubsidi kepada kelompok penduduk tertentu, menggunakan sistem perbankan komersial untuk menyalurkan dana. Misalnya, untuk menolong petani miskin, program Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani- Nelayan Kecil, atau P4K, menyediakan pinjaman lunak melalui kelompok swadaya masyarakat. Untuk menjangkau perempuan, Program Keluarga Sejahtera yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN memiliki jaringan unit-unit desa dan beroperasi melalui kelompok perempuan dengan mengajak untuk memobilisasi tabungan dan menyalurkan kredit bersubsidi. Program-program ini dilaksanakan oleh suku dinas dan pada umumnya tujuan-tujuan penghapusan kemiskinan menjadi perhatian dari pembangunan sektor keuangan. Elemen penting pada keuangan mikro di Indonesia ini akan didiskusikan di bawah (bagian VI). Akhirnya, Indonesia juga memiliki sejarah yang panjang pada skema kredit dan tabungan informal, yaitu Arisan dan juga bentuk lainnya pada keuagan tradisional. Namun, skema ini memiliki keterbatasan jangkauan dan keberlanjutannya lebih berdasarkan kesatuan sosial daripada ketaatan keuangan. Jutaan masyarakat Indonesia ikutserta pada kegiatan ini, baik di tempat bekerja, kelompok sosial dan desa; dan mereka bukan berarti khusus untuk kaum miskin saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar