Senin, 21 Maret 2011

HAK ASASI MANUSIA

SEJARAH HAK ASASI MANUSIA

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.
Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.
Sebelum dibahas lebih mendalam mengenai hak asasi manusia di Indonesia, terlebih dahulu kita membahas sekelumit sejarah perkembangan dan perumusan hak asasi manusia di Dunia.Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan beraneka ragam.
SEJARAH INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of rights melahirkan asas persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Jadi, walaupun di Perancis sendiri belum dirinci apa HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu mencanangkan secara lebih rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orany yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin tumbuhnyademokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah dicanangkan sebelumnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654 tersebut di bawah ini :
"The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is freedom of every person to worship God in his own way-every where in the world. The third is freedom from want which, translated into world terms, means economic understandings which will secure to every nation a healthy peacetime life for its inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom from fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be in a position to commit an act of physical agression against any neighbor-anywhere in the world."
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.

PASAL-PASAL HAK ASASI MANUSIA

Jurnal Perempuan Online-Jakarta. Gabungan Ornop “Perempuan dan Anak” memprotes keras atas tindakan Komisi Konstitusi yang akan berencana menghapus pasal-pasal yang berkaitan erat dengan masalah-masalah hak asasi manusia, dan khususnya masalah perlakuan khusus terhadap perempuan dan kelompok-kelompok yang termarjinalisasi. Protes ini dilayangkan setelah draft I hasil Komisi Konstitusi dipublikasikan dalam uji sahih tanggal 26 April 2004 lalu.

Dalam pernyataan sikapnya, Gabungan Ornop ini menyebutkan ada 6 pasal-pasal yang berkaitan dengan hak asasi manusia yang terdapat dalam Bab X A tentang Hak Asasi akan dihapus. Pasal-pasal yang akan dihapus diantaranya, Pasal 28 D ayat (2) tentang hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dan Pasal 28 D ayat (3) tentang hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan pemerintahan. Kedua pasal ini rencananya akan dihapus dengan alasan sudah masuk pasal 27 ayat (2) tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Selain kedua pasal tersebut Pasal 28 E ayat (1) tentang kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali, juga akan dihapus. Alasan penghapusan ini dikarenakan sudah termasuk dalam pasal-pasal berikut; 29 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), pasal 27 ayat (2), dan pasal 28 H ayat (1).

Pasal yang juga akan dihapus adalah pasal 28 E ayat (3) tentang hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat karena sudah termasuk dalam pasal 28 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Sementara itu pasal 28 H ayat (3) tentang hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat juga dihapus dengan alasan sudah masuk dalam pasal 34.

Pasal HAM yang juga dihapus adalah Pasal 28 ayat (2) yang menyatakan setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Alasan dihapusnya pasal ini karena sudah masuk dalam pasal 27 ayat (1). Pasal inilah yang secara khusus mendapat perhatian Gabungan Ornop Perempuan dan Anak karena dinilai sebagai bentuk kemunduran dari upaya penegakan hak asasi manusia.

Menurut Gabungan Ornop ini , pasal 27 yang selalu menjadi landasan untuk menghapus pasal-pasal HAM tersebut, sesungguhnya tidak memperhatikan sejumlah perbedaan dalam masyarakat dan pengakuan atas prinsip persamaan. Dalam konteks perbedaan gender misalnya, pasal 27 ayat (1) yang selalu disebut-sebut sebagai ketentuan yang menjaminadanya persamaan antara laki-laki dan perempuan, sesungguhnya bukan merupakan pengakuan atas prinsip persamaan laki-laki dan perempuan, melainkan pengakuan prinsip persamaan di muka hukum.

Dengan dihapusnya pasal-pasal tersebut, maka tindakan afirmative sudah tidak diberlakukan lagi. Padahal tindakan khusus sementara itu bertujuan untuk mempercepat persamaan posisi dan kondisi yang adil tidak saja kelompok perempuan tetapi juga bagi kelompok-kelompok yang termarjinalisasi dan lemah secara sosial dan politik, seperti kelompok miskin, penyandang cacat, buruh, petani, nelayan dan lain-lain, termasuk didalamnya kelompok perempuan.

Atas dasar kebutuhan itu, maka Gabungan Ornop “Perempuan dan Anak” mengeluarkan 2 pernyataan sikap yaitu:

1. Menolak penghapusan pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 karena pasal tersebut merupakan jaminan konstitusional bagi tindakan khusus sementara atau affirmative, yang bertujuan untuk mempercepat persamaan posisi dan kondisi yang adil bagi kelompok-kelompok yang termarjinalisasi dan lemah secara sosial dan politik, seperti kelompok miskin, penyandang cacat, buruh, petani, nelayan dan lain-lain, termasuk perempuan.

2. Meminta Komisi Konstitusi memasukkan definisi “diskriminasi terhadap perempuan” dalam pasal di UUD 1945, sebagai dasar hukum untuk mengurangi diskriminasi terhadap perempuan.

PENERAPAN HAM

Fenomena yang dikenal sebagai hak asasi manusia tidak hanya berkaitan dengan perlindungan bagi individu dalam menghadapi pelaksanaan ”Otoritas Negara” atau pemerintah dalam bidang-bidang tertentu, tetapi juga mengarah kepada penciptaan kondisi masyarakat yang telah mengedepankan kepentingag Negara sehingga individu dapat mengembangkan potensi mereka sepenuhnya.
Menurut Mewissen ”hak-hak dasar dan hak asasi dasar manusia”. Hak-hak yang dibela dipertahankan secara internasional dan hak-hak yang harus dibela dalam pengakuan dasar manusia. Sebaliknya hak-hak dasar mempunyai kaitan erat dengan negara dan bangsa. Hak-hak yang diakui oleh dan melalui hukum nasional, konotasi hak-hak asasi manusia menyangkut atau berkait dengan asas ideal dan politis yang menunjukkan pada tujuan politik karena belum menjadi bagian hukum positif, sedangkan hak dasar tegas merupakan bagian atau suku cadang hukum positif.
Hak-hak asasi manusia sebagai hakin demikian melekatnya pada sifat manusia, tanpa hak-hak itu manusia tidak mungkin mempunyai martabat sebagai manusia karena itu hak asasi manusia tidak dapat dicabut dan tidak dapat dilangggar, dalam Human Rigths Referece Hand book anatara lain ditegaskan pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan tidak terasingkan dan semua anggota keluarga kemanusiaan, dari uraian tersebut lebih lanjut Philips M. Hadjon mengungkapkan bahwa perkembangan konsep hak-hak asasi manusai seirama dengan perkembangan hukum alam, oleh karena itu perdebatannya tidak statis, melainkan merupakan bagian dari suatu proses dialektis yang berkesinambungan dan lewat proses konsep-konsep hak-hak asasi manusia pada abad ke-20 adalah merupakan sistesis dari abad ke- 18 dan anti tesis pada abad ke-19.
Mengabaikan dan memandang rendah hak-hak asasi manusia merupakan suatu perbuatan yang bengis sebab dengan terabaikannya hak-hak asasi manusia berarti fitrah kemanusiaan menjadi hilang. Manusia pada dasarnya tidaklah sama, namun tidak boleh dibedakan dalm hal memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hak-hak asasi manusia sebagaimana yang telah dalam deklarasi hak-hak asasi manusia sejagad menekankan pada asas tidak boleh adanya Diskriminasi
B. Permasalahan
Bagaimanakah hak-hak asasi manusia dijamin oleh konstitusi dalam kehidupan bernegara ?.
C. Landasan Teori
Legalisasi hak-hak asasi manusia dilakukan untuk memberikan landasan yuridis dalam penegakan lahirnya Piagam Makna Charta yang menjadikan hak-hak asasi manusia diakui dan dijamin secara yuridis oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang menculnya perlindungan hak-hak asasi manusia karena dianggap telah mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang terjadinya lebih tinggi dari kekuasaan raja. Hal ini sejalan dengan ajaran Thomas Aquino (1215-1274) bahwa hukum dan undang-undang hanya dapat buat atas kehendak raja. Pokok ajaran tersebut adalah pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia serta batas kewenangan yang diberikan kepada pemerintah dalam menjalankan pemerintahan.
Bagi bangsa indonesia hak-hak asasi manusia bukan merupakan hal yang baru. Rujukan yang digunakan dalam menjalankan suatu hukum dasar hak-hak asasi manusia adalah Universal Declaration Human Rights, pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia.
Orde lama yang dianggap menyelewengkan Pancasila dan UUD 1945 dideponir oleh Orba sebagai bentuk penyelewengan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 adalah alasan pembenaran untuk mengambil alih pemerintahan dengan komitmen melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Hak asasi manusia muncul sebagai tema pokok. Hak asasi manusia hanya semata-mata retorika belaka meskipun bisa juga disebut sebagai reaksi atas nama demokrasi terpimpin.